Respons Ekonom Soal Komisi Ojol Maksimal 10%: Antara Kesejahteraan Pengemudi dan Keberlanjutan Bisnis
Isu mengenai besaran komisi yang dikenakan oleh aplikator terhadap mitra pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuat ke permukaan. Dalam beberapa waktu terakhir, Komisi V DPR RI mendesak pemerintah untuk segera menetapkan regulasi yang membatasi potongan komisi aplikator maksimal 10%. Usulan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi yang selama ini merasa terbebani dengan besaran potongan yang tinggi. Namun, pandangan ekonom mengenai usulan ini bervariasi. Beberapa ekonom mendukung, sementara yang lain menilai bahwa kebijakan tersebut perlu kajian mendalam agar tidak mengganggu keberlanjutan bisnis aplikator dan ekosistem digital secara keseluruhan.
Latar Belakang Permasalahan
Sejak pertama kali hadir di Indonesia, layanan ojek online telah menjadi bagian integral dari mobilitas masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul keluhan dari mitra pengemudi mengenai besaran komisi yang dikenakan oleh aplikator. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022, potongan biaya aplikasi maksimal ditetapkan sebesar 20%. Namun, kenyataannya, beberapa aplikator memberlakukan potongan lebih tinggi, bahkan mencapai 30%. Hal ini memicu protes dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR RI dan asosiasi pengemudi.
Pandangan Ekonom Terhadap Usulan Pembatasan Komisi
1. Nailul Huda (CELIOS): Biarkan Pasar yang Menentukan
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, berpendapat bahwa komisi ojol sebaiknya tidak diatur oleh pemerintah. Menurutnya, komisi ojol seharusnya ditentukan oleh mekanisme pasar agar tercipta persaingan sehat antar aplikator. Jika pemerintah terlalu dalam mengatur regulasi pemerintah ojol, justru dapat menghambat inovasi dan efisiensi dalam industri transportasi online. Nailul menekankan pentingnya memberikan ruang bagi aplikator untuk bersaing dalam menawarkan potongan komisi yang menarik bagi mitra pengemudi.
2. Eko Listyanto (Indef): Potongan Lebih dari 20% Terlalu Berat
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listyanto, menilai bahwa potongan aplikasi ojek online yang melebihi 20% sudah terlalu besar dan memberatkan pengemudi. Eko menyarankan perusahaan ojol untuk membuka dialog dengan mitra driver untuk mendengar masukan-masukan dan menyamakan ide. Hal tersebut bertujuan agar kedua belah pihak sama-sama diuntungkan. Eko juga menekankan bahwa potongan yang tinggi dapat mengurangi daya beli pengemudi dan berpotensi menurunkan kualitas layanan.
3. Yose Rizal Damuri (CSIS): Pembatasan Tarif Dapat Merugikan Driver
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, menilai bahwa penerapan tarif batas bawah dan atas pada jasa pengantaran barang dan makanan dapat merugikan pengemudi. Penyeragaman tarif membatasi ruang untuk penentuan tarif yang dinamis yang merefleksikan kondisi geografis maupun naik turunnya tingkat permintaan. Yose menekankan bahwa kebijakan semacam ini dapat mengurangi persaingan usaha dan berpotensi berdampak buruk bagi kurir online dan konsumen.
Respons Aplikator Terhadap Usulan Pembatasan Komisi
Beberapa aplikator, seperti Maxim Indonesia, menanggapi usulan pembatasan komisi dengan sikap hati-hati. Maxim Indonesia mempertanyakan usulan pemotongan komisi ojol hingga 10% dan menekankan perlunya kajian mendalam untuk menjaga keseimbangan layanan dan perekonomian digital. Maxim menyatakan bahwa keputusan terkait tarif dan komisi harus didasari kajian matang dan diskusi menyeluruh dengan pelanggan, mitra pengemudi, dan aplikator itu sendiri. Maxim juga menegaskan bahwa besaran komisi yang diterapkan saat ini telah melalui perhitungan dan pengkajian yang cermat untuk menjaga keseimbangan antara layanan dan pendapatan mitra pengemudi.
Pertimbangan Ekonomis dalam Menetapkan Komisi
Dalam menetapkan besaran komisi, terdapat beberapa faktor ekonomis yang perlu dipertimbangkan:
- Biaya Operasional Aplikator: Aplikator perlu menutupi biaya operasional seperti pengembangan dan pemeliharaan aplikasi, pemasaran, dan layanan pelanggan. Potongan komisi yang terlalu rendah dapat mengurangi kemampuan aplikator untuk menutupi biaya-biaya ini.
- Insentif bagi Mitra Pengemudi: Aplikator sering kali memberikan insentif kepada mitra pengemudi untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan pelanggan. Potongan komisi yang rendah dapat membatasi kemampuan aplikator untuk memberikan insentif yang kompetitif.
- Keseimbangan Ekosistem: Penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan aplikator dan mitra pengemudi agar ekosistem layanan ojek online tetap berkelanjutan dan saling menguntungkan.
Kesimpulan
Usulan pembatasan komisi ojek online maksimal 10% merupakan langkah yang patut dipertimbangkan untuk meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi. Namun, kebijakan ini perlu didasari oleh kajian mendalam yang mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk biaya operasional aplikator, insentif bagi mitra pengemudi, dan keberlanjutan ekosistem digital secara keseluruhan. Dialog konstruktif antara pemerintah, aplikator, dan mitra pengemudi sangat diperlukan untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.
Saran
- Dialog Terbuka: Mengadakan forum diskusi antara pemerintah, aplikator, dan mitra pengemudi untuk mendengarkan aspirasi dan mencari solusi bersama.
- Kajian Mendalam: Melakukan studi dampak ekonomi dan sosial terhadap usulan pembatasan komisi untuk memastikan kebijakan yang diambil tidak merugikan salah satu pihak.
- Penerapan Bertahap: Jika kebijakan pembatasan komisi diterapkan, sebaiknya dilakukan secara bertahap untuk memberikan waktu adaptasi bagi semua pihak.
- Monitoring dan Evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap implementasi kebijakan untuk memastikan tujuan kesejahteraan mitra pengemudi tercapai tanpa mengganggu keberlanjutan bisnis aplikator.
Baca Juga : Adira Finance Buka Lowongan Kerja, Cek Jadwal Walk In Interview di Jakarta